Search Indonesia Blogs

MULTI FUNGSI

Sign by Danasoft - For Backgrounds and Layouts

Page copy protected against web site content infringement by Copyscape

Pemblokiran Situs, Kelemahan Bangsa atau Langkah Preventif?

Rencana Pemerintah untuk melakukan pemblokiran terhadap situs-situs porno telah mengundang berbagai macam reaksi dari berbagai pihak. Mulai dari para pengamat hingga pelaku bisnis di dunia maya ini, masing-masing mempunyai pendapat tersendiri yang tentunya juga didasarkan atas kepentingan dan latar belakang masing-masing.

Namun yang kemudian akan menjadi pertanyaan pastilah mengenai seberapa efektif gagasan pemblokiran situs porno ini terhadap tujuan awal yang ingin dicapai. Jika tujuan awalnya adalah untuk memayungi masyarakat secara moral, maka telah jelas bahwa hal ini merupakan sebuah itikad baik dari pemerintah sebagai penyelenggara Negara yang bertanggungjawab atas masa depan bangsanya. Namun yang kemudian menjadi pertanyaan berikutnya adalah sebenarnya berapa banyak payung yang harus dipakai Negara ini untuk menjamin moralitas masyarakatnya?

Mungkin semua itu tidak lepas dari kesiapan bangsa ini dalam menghadapi era globalisasi yang bukan saja sudah di depan mata, namun era globalisasi di mana bangsa ini sedang berjalan memasukinya dan tidak ada setapak pun langkah mundur yang bisa ditempuh. Globalisasi merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi. Cakupan yang dibawa oleh globalisasi pun sangat luas tak berbatas. Segala hal positif sekaligus negatif dari berbagai belahan dunia dapat masuk secara bersamaan di pintu rumah kita. Kalau sudah begini, satu-satunya benteng terakhir pertahanan yang ada hanyalah kesiapan mental dan moral kita dalam menghadapinya. Disinilah sebenarnya kualitas kita sebagai sebuah bangsa sedang diuji.

Masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat agamis dengan budaya timurnya yang kental menjunjung segala jenis norma kehidupan sedang diuji keberadaannya. Sanggupkan bentengnya bertahan menghadapi kencangnya arus pengaruh budaya asing yang tidak selalu selaras dengan nilai-nilai budaya yang ada selama ini?

Kenyataan bahwa masyarakat Indonesia sangat adaptif dan absorsif terhadap arus budaya asing yang masuk tentunya cukup mengkhawatirkan pemerintah sebagai penyelenggara Negara. Seperti yang kita ketahui, tidak hanya di bidang teknologi informasi saja masyarakat kita bersikap adaptif dan absorsif, namun juga di berbagai bidang kehidupan lainnya seperti fashion, otomotif, hingga gaya hidup.

Yang kemudian mungkin membuat pemerintah khawatir adalah jika mentalitas dan moralitas bangsa ini ternyata belum cukup siap untuk menghadapinya. Sudah seharusnyalah kecepatan masyarakat dalam beradaptasi dan menyerap arus budaya dan informasi dari luar yang masuk ke dalam negeri ini diimbangi dengan kesiapan mental dan moralitas bangsa. Jika memang masyarakat kita belum siap, maka pemblokiran situs mungkin menjadi salah satu langkah preventif yang perlu diambil pemerintah untuk mengatasinya. Namun jangan lupa pula, selain media online, masih banyak media offline yang harus ditangani dan memang telah lama membutuhkan penanganan.

Menggali Fenomena Maraknya Hotspot

foto berita artikelSudah bukan hal baru lagi bagi kita saat melihat pengunjung mall dengan antusias melahap berita dari Internet melalui laptop di depannya, dengan hanya ditemani sebotol teh atau camilan. Atau sekelompok mahasiswa yang menghabiskan waktunya di lingkungan kampus demi 'gratisan' Internet setiap hari. Namun jika kita cermati dengan baik, sebenarnya apakah sasaran utama dari penyediaan layanan ini pada ruang publik kita?

---

Memang ada banyak sekali alasan untuk suatu pihak memasang hotspot pada lokal area bisnisnya. Sebut saja kampus, karena institusi pendidikan ini mempunyai tujuan paling ‘mulia’ dalam pemasangan hotspot. Tujuan utama suatu kampus dalam menyediakan layanan hotspot tentu saja untuk memperluas akses civitas akademikanya terhadap informasi global melalui Internet, disamping mungkin juga mengembangkan komunitas e-learning yang mereka miliki. Walaupun tidak bisa dipungkiri juga terselip aspek bisnis dalam motivasinya. Namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah sejauh mana ketepatan layanan ini mencapai sasarannya? Benarkah dalam sebuah kampus, era Internet kabel sudah harus digantikan oleh hotspot. Ataukah hanya sekedar sebagai strategi bisnis dalam persaingan dunia pendidikan yang kian ketat?

Seperti yang kita tahu, sejak banyaknya kampus menyediakan layanan hotspot, memang kampus tersebut berhasil menjadi 'rumah kedua' bagi sebagian mahasiswa. Namun sebenarnya untuk alasan apakah mereka betah berlama-lama tinggal di kampus dengan laptop atau PDA-nya, mungkin harus dikaji lebih dalam. Yang jelas tidak sepenuhnya motivasi mereka untuk 'tinggal di kampus' terkait dengan tugas kampus yang harus dikerjakannya. Banyak diantaranya yang memanfaatkannya sekedar karena 'gratis'. Karena seperti yang diketahui bersama, biaya komunikasi di Indonesia, termasuk untuk koneksi Internet, masih relatif mahal jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Itulah mengapa para mahasiswa ini lebih memilih 'gratis' di kampus, daripada 'bayar' di luar. Tentu saja semua itu sangat rasional.

Pastinya sebuah kampus sudah mempertimbangkan kemungkinan seperti tersebut di atas, sebelum mereka memutuskan untuk memasang hotspot. Jika sudah dapat menduga, mengapa juga mereka tetap memasangnya? Tak lain adalah karena pertimbangan aspek bisnis, karena seperti yang kita tahu, dunia pendidikan pun saat ini merupakan lahan bisnis yang potensial. Untuk dapat bersaing menjadi sebuah perguruan tinggi papan atas, tentunya tak semata kualitas pendidikan yang harus diperhatikan. Aspek fasilitas kampus merupakan salah satu faktor penentu layak tidaknya sebuah perguruan tinggi disebut 'bergengsi'. Bayangkan jika sebuah perguruan tinggi ternama sekelas UGM atau UI tidak mempunyai hotspot. Apa kata dunia? Itulah mengapa saat ini banyak kampus berlomba memperbaiki infrastrukturnya, termasuk infrastruktur IT-nya.

Lalu bagaimana dengan pemasangan hotspot pada suatu pusat keramaian? Seperti yang banyak kita lihat saat ini, banyak ruang publik yang menyediakan fasilitas hotspot. Untuk yang satu ini, alasannya sangat mudah ditebak, tak lain dan tak bukan adalah aspek bisnis semata. Ya, sebuah ruang publik yang menyediakan hotspot pastilah akan menarik bagi para surfer untuk mendatanginya, dan para surfer ini biasanya berasal dari ekonomi menengah ke atas. Ini merupakan suatu nilai tambah bagi proses marketing suatu pusat keramaian. Entah itu hotspot yang bersifat free hingga hotspot yang berbayar sekalipun kenyataannya tetap merupakan hal yang menarik, apalagi untuk kalangan muda di kota-kota besar, yang didominasi oleh pelajar dan mahasiswa dari berbagai penjuru daerah. Tentu saja mereka merupakan target market yang potensial. Hitung saja sudah berapa pusat perbelanjaan maupun hiburan di sekitar kita yang memasang fasilitas ini, mulai dari Mall hingga kafe-kafe, semua berlomba memperlengkapi diri dengan fasilitas ini. Tak lain hanyalah untuk menarik pengunjung sebanyak mungkin untuk memperlancar bisnis mereka masing-masing.

Jadi sebenarnya hal terpenting dari fenomena maraknya pemasangan hotspot saat ini adalah bukan untuk apa mereka memasangnya, namun bagaimana kita memanfaatkannya. Orang yang memakai layanan tersebut hanya untuk sekedar mengetahui gossip artis dan film terkini tentunya tidak akan mendapat manfaat yang sama dengan orang yang memakainya untuk bekerja melihat harga saham di pasaran terkait dengan berita terbaru kebijakan pemerintah. Begitu juga dengan mahasiswa, walaupun sama-sama mendapat akses gratis di kampus, tergantung dengan bagaimana mereka akan memanfaatkannya.

Diposting dari www.beritanet.com


[get this widget]

0 Comment:

AddThis

Bookmark and Share